“Suara Pembebasan: Revolusi Kerajaan Binatang”

(Sekedar Fabel)

“Suara Pembebasan: Revolusi Kerajaan Binatang”

(Sekedar Fabel)


Oleh: Ickur

Komunitas Disorientasi

Pada suatu waktu, di kerajaan binatang, terdapat sebuah hutan yang penuh dengan berbagai binatang yang hidup berdampingan. Singa, yang terkenal karena kekuasaan dan kewibawaannya, memerintah hutan dengan suara aumannya. Ia meyakini bahwa aumannya adalah ekspresi kekuasaan tertinggi dan menggunakannya untuk menjaga kendali atas binatang lainnya.

Suatu hari, seekor burung hantu tua yang bijaksana tiba di hutan tersebut. Burung hantu tersebut memiliki pemahaman yang mendalam tentang dinamika kekuasaan dalam kerajaan binatang. Ia pernah menyaksikan bagaimana auman singa membuat suara-suara binatang lain menjadi bisu dan merasa tertindas.

Burung hantu tersebut memutuskan untuk mengumpulkan semua binatang dan berdiskusi dengan mereka. Ia bercerita sebuah dongeng tentang seekor burung gereja kecil namun memiliki kekuatan unik. Burung gereja tersebut memiliki suara merdu, mampu menenangkan badai yang paling ganas dan menyatukan seluruh binatang dalam harmoni.

Seiring cerita tersebut menyebar di kalangan binatang, mereka mulai meragukan dominasi singa dan aturan yang diterapkannya terhadap suara mereka. Binatang-binatang yang lebih kecil, seperti kelinci, tupai, dan burung, mulai menyadari bahwa mereka juga memiliki kekuatan di dalam diri mereka, yaitu kekuatan persatuan dan kerjasama kolektif.

Burung hantu mendorong binatang-binatang tersebut untuk bersatu dan menantang kekuasaan singa. Mereka memahami bahwa kekuatan sejati tidak hanya terletak pada singa dan mengaumannya, tetapi juga pada kemampuan mereka untuk bersatu dan menggunakan suara mereka secara kolektif. Mereka menyadari bahwa auman singa hanya merupakan satu bentuk kekuatan, dan terdapat bentuk-bentuk kekuatan lain yang mungkin saja ini sama kuatnya, bahkan bisa lebih kuat.

Dengan melodi burung gereja yang terdengar dalam hati mereka, binatang-binatang itu merancang sebuah rencana. Mereka menggunakan keahlian dan kemampuan unik mereka untuk mengganggu kontrol singa atas hutan. Kelinci menggali terowongan rumit, memungkinkan pergerakan dan komunikasi yang cepat di antara binatang-binatang tersebut. Tupai mengumpulkan dan menyebarkan informasi berharga, memastikan pengetahuan mengalir dengan bebas.

Saat binatang-binatang tersebut bekerja bersama, kekuasaan singa mulai melemah. Persatuan di antara binatang-binatang tersebut melemahkan dominasi singa, karena mereka menemukan kekuatan dalam suara kolektif mereka. Hutan berubah menjadi tempat di mana setiap binatang memiliki suara, di mana berbagai perspektif dihormati, dan di mana keseimbangan kekuasaan berubah.

Dongeng tentang burung gereja dan binatang-binatang tersebut menyebar luas, menginspirasi kerajaan binatang lainnya untuk mempertanyakan struktur kekuasaan yang sudah mapan. Binatang-binatang itu menyadari bahwa kekuasaan tidak hanya berada di tangan beberapa individu, tetapi dapat ditemukan di dalam diri mereka sendiri ketika mereka bersatu dan menggunakan suara mereka untuk kepentingan bersama.

Dan begitulah, hutan menjadi simbol kekuatan persatuan, di mana setiap binatang menemukan suara mereka dan berkontribusi untuk kesejahteraan komunitas. Singa, dengan rendah hati melihat kebijaksanaan dan tekad binatang-binatang tersebut, belajar bahwa kekuasaan sejati tidak berarti mendominasi, tetapi tentang menghargai keberagaman dan bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik.

Dongeng tentang burung gereja dan hutan tersebut mengingatkan kita semua bahwa kekuasaan sejati tidak terletak pada “membungkam” suara orang lain, melainkan pada pengakuan terhadap kekuatan yang ada di dalam diri kita sendiri dan bersatu dengan orang lain untuk membawa perubahan positif.*

Balikpapan, 3 Juni 2023

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button