Pertaruhan Integritas NU: Menolak atau Menerima Konsesi Tambang?

Oleh: Ickur

(Ketua LAKPESDAM NU Kota Balikpapan)

Sedikit Pengantar

Sekian tahun silam, almarhum KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU, dalam sebuah wawancara mengakui bahwa Muhammadiyah lebih unggul dalam hal manajemen modern dibandingkan NU. Menurut beliau, rumah sakit, sekolah, universitas, dan badan-badan di bawah Muhammadiyah dikelola dengan sangat rapi. Sebaliknya, NU lebih dikenal sebagai pendamping umat di level bawah yang lebih telaten. Pengakuan ini diterima luas dan menjadi bahan introspeksi internal bagi NU untuk terus berbenah.

Namun, perkembangan terbaru di dunia politik dan bisnis Indonesia membawa NU ke ranah yang sama sekali berbeda. Presiden Joko Widodo memberikan konsesi tambang kepada PBNU, yang menimbulkan banyak tanda tanya dan kritik dari berbagai pihak. Pertambangan adalah industri yang kompleks dan memerlukan manajemen yang sangat rapi dan profesional. Banyak pihak mempertanyakan dasar pertimbangan keputusan ini, meskipun ada dugaan kuat bahwa alasan politis lebih dominan daripada alasan teknis atau manajerial.

Kasus Mardani Maming, mantan Bendahara Umum PBNU, yang saat ini masih berada di penjara karena kasus korupsi terkait pertambangan, memberikan contoh nyata betapa rapuhnya integritas dalam pengelolaan tambang jika tidak dilakukan oleh pihak yang kompeten dan berintegritas. Kekhawatiran pun mencuat bahwa pemberian konsesi tambang kepada NU hanya akan mengulang sejarah kelam yang sama.

Mardani Maming didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait izin tambang, yang menunjukkan bahwa sektor ini sangat rawan terhadap praktik korupsi. Kasus ini menambah keraguan publik terhadap kemampuan NU dalam mengelola konsesi tambang secara transparan dan profesional. Bahkan, banyak pihak khawatir bahwa keterlibatan NU dalam bisnis tambang bisa merusak reputasi dan integritas organisasi yang selama ini dikenal sebagai penjaga moral dan nilai-nilai keagamaan.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, dengan gaya bicara yang agak “provokatif”, menyatakan bahwa konsesi tambang akan diberikan kepada NU terlepas dari ada atau tidaknya pihak yang setuju. Pernyataan ini dinilai oleh banyak pihak sebagai pernyataan arogan berupa ancaman kepada orang-orang yang kritis terhadap isu konsesi tambang yang diberikan kepada Ormas tertentu dalam hal ini NU. Pernyataan Bahlil ini bisa juga dianggap sebagai bentuk tekanan politik dari pemerintah yang berusaha memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi NU.

Kritik terhadap keputusan ini juga datang dari aktivis lingkungan dan akademisi. Mereka menyoroti bahwa batubara adalah penyumbang emisi karbon terbesar yang menyebabkan krisis iklim global. Jika NU menerima tawaran mengelola tambang batubara, ini berarti NU membatalkan semua komitmen yang selama ini mereka canangkan untuk menjaga lingkungan. Buku fikih energi terbarukan yang dikeluarkan oleh Lakpesdam PBNU menunjukkan bahwa ada upaya serius dari NU untuk mengurangi penggunaan batubara dan beralih ke energi terbarukan. Namun, dengan menerima konsesi tambang, semua komitmen tersebut menjadi dipertanyakan.

Dalam buku “Fikih Energi Terbarukan”, Lakpesdam PBNU membahas pentingnya mengadopsi sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada batubara. Buku ini merupakan langkah maju dalam mengedukasi umat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sehari-hari. Namun, langkah NU menerima konsesi tambang batubara bisa dianggap sebagai pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip tersebut.

Banyak pihak membandingkan kemampuan manajerial NU dengan Muhammadiyah yang telah sukses mengelola berbagai lini bisnis organisasi. Muhammadiyah tidak hanya unggul dalam bidang pendidikan dan kesehatan tetapi juga dalam pengelolaan keuangan yang transparan dan profesional. Hal ini membuat banyak orang skeptis apakah NU, yang lebih dikenal sebagai kumpulan kyai dan ulama, bisa mengelola tambang dengan manajemen yang sama rapi dan transparannya.

Muhammadiyah telah membangun jaringan rumah sakit, sekolah, dan universitas yang terkenal dengan manajemen yang baik dan layanan berkualitas. Keberhasilan Muhammadiyah dalam mengelola bisnis organisasi ini menunjukkan bahwa dengan manajemen yang tepat dan komitmen terhadap transparansi, ormas keagamaan bisa berkontribusi signifikan dalam bidang ekonomi. Namun, apakah NU bisa meniru keberhasilan ini di sektor pertambangan yang jauh lebih kompleks masih menjadi pertanyaan besar.

Keputusan memberikan izin tambang kepada ormas besar seperti NU juga dikhawatirkan akan menjadi alat politisasi, terutama menjelang pemilu. Pengelolaan tambang oleh ormas berpotensi menimbulkan konflik internal yang lebih keras dan mengarah pada politisasi yang destruktif.

Kekhawatiran ini semakin relevan mengingat dinamika politik yang semakin keras dan pragmatis. Ormas keagamaan yang selama ini berfokus pada pengembangan moral dan sosial bisa terjerumus dalam pusaran politik praktis yang tidak sehat. Kondisi ini berpotensi merusak tatanan organisasi dan mengarahkan pada konflik internal yang lebih keras.

Keputusan memberikan konsesi tambang kepada NU menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Dari sisi manajemen, kemampuan NU dalam mengelola bisnis pertambangan yang kompleks masih diragukan. Pengalaman pahit dengan kasus Mardani Maming menunjukkan risiko tinggi yang mengintai. Selain itu, komitmen NU terhadap perlindungan lingkungan bisa terancam jika mereka terlibat dalam bisnis batubara. Keputusan ini bisa menjadi ujian berat bagi NU dalam mempertahankan integritas dan nilai-nilai yang selama ini mereka pegang.

Pada akhirnya, keputusan ini juga membuka ruang bagi politisasi yang bisa merusak tatanan ormas dan mengarahkan pada konflik internal yang lebih keras. Jika tidak dikelola dengan baik, pemberian konsesi tambang ini bisa menjadi bumerang yang merusak reputasi dan stabilitas NU.

Konteks Global dan Dampak Lingkungan

Dalam skala global, industri batubara dikenal sebagai salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, yang merupakan penyebab utama perubahan iklim. Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan batubara harus dikurangi secara drastis untuk mencapai target iklim internasional yang telah disepakati dalam Perjanjian Paris. Mengingat hal ini, keputusan untuk memberikan konsesi tambang batubara kepada NU bertentangan dengan upaya global untuk menanggulangi perubahan iklim.

Menurut laporan dari International Energy Agency (IEA), dunia perlu mengurangi penggunaan batubara secara signifikan dan beralih ke sumber energi terbarukan untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim. Laporan ini menekankan pentingnya komitmen semua pihak, termasuk organisasi masyarakat, dalam mendukung transisi energi menuju sumber yang lebih bersih. Dalam konteks ini, menerima konsesi tambang batubara bisa merusak reputasi NU di kancah internasional sebagai organisasi yang peduli terhadap isu-isu global.

Selain dampak lingkungan, pemberian konsesi tambang kepada NU juga membawa implikasi sosial dan ekonomi. Industri pertambangan sering kali dikaitkan dengan konflik sosial, seperti perebutan lahan, pelanggaran hak-hak masyarakat adat, dan kerusakan lingkungan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat sekitar tambang. NU, sebagai organisasi yang dikenal berkonsentrasi terhadap kesejahteraan umat, harus mempertimbangkan dampak sosial ini dengan sangat serius.

Dalam banyak kasus, keberadaan tambang sering kali tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Sebaliknya, mereka justru menderita akibat polusi, hilangnya sumber mata pencaharian tradisional, dan konflik sosial. Jika NU terlibat dalam bisnis tambang, mereka harus siap menghadapi tantangan-tantangan ini dan memastikan bahwa keberadaan tambang tidak merugikan masyarakat lokal.

Tantangan Manajemen dan Keterbukaan

Manajemen tambang bukanlah perkara mudah. Ini melibatkan berbagai aspek teknis, keuangan, dan hukum yang kompleks. NU, yang selama ini lebih dikenal sebagai organisasi keagamaan, mungkin tidak memiliki pengalaman dan keahlian yang cukup dalam mengelola industri tambang yang begitu kompleks. Dibutuhkan manajemen yang sangat profesional, transparan, dan akuntabel untuk mengelola tambang dengan baik.

Sebagai organisasi yang berbasis pada nilai-nilai moral dan agama, NU juga harus memastikan bahwa seluruh proses pengelolaan tambang dilakukan dengan transparan dan jujur. Ini termasuk memastikan bahwa tidak ada praktik korupsi, kolusi, atau nepotisme yang terjadi dalam proses pengelolaan tambang. Keterbukaan dan akuntabilitas ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap NU.

Pilihan Masa Depan: Komitmen atau Kompromi?

Pada akhirnya, NU berada di persimpangan jalan yang kritis. NU harus memilih antara mempertahankan komitmen terhadap lingkungan dan nilai-nilai moral yang selama ini dipegang oleh NU atau terjebak dalam kompromi yang berpotensi merusak reputasi dan integritas organisasi. Pilihan ini tidak hanya akan menentukan arah masa depan NU, tetapi juga memberikan contoh kepada umat dan masyarakat luas tentang bagaimana sebuah organisasi besar menghadapi godaan material dan tekanan politik.

Daripada terlibat dalam bisnis tambang batubara yang kontroversial, NU bisa memilih untuk berinvestasi dalam sektor energi terbarukan. Ini akan sejalan dengan komitmen NU terhadap perlindungan lingkungan dan bisa menjadi contoh nyata dari penerapan prinsip-prinsip Islam dalam menjaga alam ciptaan Tuhan. Investasi dalam energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa tidak hanya lebih ramah lingkungan, tetapi juga dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa negara telah menunjukkan bahwa investasi dalam energi terbarukan bisa memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Misalnya, Jerman dengan program Energiewende-nya telah berhasil menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru dalam sektor energi terbarukan. NU bisa belajar dari pengalaman ini dan menerapkannya di Indonesia, menciptakan model bisnis yang berkelanjutan dan menguntungkan bagi umat.

Untuk mengelola sektor energi terbarukan dengan sukses, NU perlu berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan. NU harus mengembangkan program-program yang bisa melatih warga NU dan masyarakat pada umumnya tentang teknologi energi terbarukan dan manajemen proyek yang berkelanjutan. Ini tidak hanya akan meningkatkan kapasitas internal NU tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk ikut serta dalam transformasi energi.

Banyak universitas dan lembaga pendidikan di Indonesia sudah mulai menawarkan program studi terkait energi terbarukan. NU bisa bekerja sama dengan institusi-institusi ini untuk menyediakan pelatihan dan pendidikan yang dibutuhkan. Dengan demikian, NU tidak hanya akan berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Untuk mendukung upaya ini, NU juga bisa memperkuat kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional yang berfokus pada energi terbarukan dan pembangunan berkelanjutan. Misalnya, NU bisa bekerja sama dengan lembaga seperti International Renewable Energy Agency (IRENA) atau Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) untuk mendapatkan dukungan teknis dan finansial. Kerjasama internasional ini bisa membuka akses NU ke teknologi terbaru dan praktik terbaik dalam pengelolaan energi terbarukan.

Selain itu, kerjasama dengan lembaga internasional bisa membantu NU dalam mengakses dana dan hibah yang tersedia untuk proyek-proyek energi terbarukan. Banyak negara dan lembaga donor yang saat ini fokus pada pendanaan proyek-proyek hijau dan berkelanjutan sebagai bagian dari upaya global untuk mengatasi perubahan iklim. NU bisa memanfaatkan peluang ini untuk mendanai proyek-proyek tersebut dan memperluas dampak positif yang bisa diberikan.

NU juga memiliki peran penting dalam advokasi kebijakan terkait energi dan lingkungan. Sebagai salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, NU memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi kebijakan publik. NU bisa menggunakan pengaruh ini untuk mendorong pemerintah dan pembuat kebijakan agar lebih mendukung pengembangan energi terbarukan dan mengambil langkah-langkah nyata dalam melindungi lingkungan.

Melalui advokasi yang efektif, NU bisa membantu mengubah arah kebijakan energi Indonesia ke arah yang lebih berkelanjutan. NU bisa bekerja sama dengan organisasi masyarakat lainnya, akademisi, dan pakar lingkungan untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang komprehensif dan berbasis bukti. Advokasi yang kuat bisa membantu memastikan bahwa kepentingan lingkungan dan masyarakat selalu diperhatikan dalam pengambilan keputusan terkait energi dan pembangunan.

NU juga bisa memanfaatkan posisi sebagai organisasi keagamaan untuk menguatkan nilai-nilai keagamaan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam Islam, menjaga lingkungan adalah bagian integral dari ibadah dan tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. NU bisa mengedukasi umat tentang pentingnya menjaga lingkungan sebagai bentuk kepatuhan kepada ajaran Islam dan tanggung jawab sosial.

Melalui dakwah dan pendidikan, NU bisa mendorong perubahan perilaku di kalangan umat untuk lebih peduli terhadap lingkungan. NU bisa mengadakan berbagai program seperti kampanye kebersihan, penanaman pohon, dan pengurangan sampah plastik yang bisa melibatkan umat dalam aksi nyata. Dengan menguatkan nilai-nilai keagamaan ini, NU bisa membangun komunitas yang lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Keputusan untuk memberikan konsesi tambang kepada NU menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Dari sisi manajemen, kemampuan NU dalam mengelola bisnis pertambangan yang kompleks masih diragukan. Selain itu, komitmen NU terhadap perlindungan lingkungan bisa terancam jika NU terlibat dalam bisnis batubara. Namun, NU memiliki peluang besar untuk memilih jalan yang lebih berkelanjutan dan sesuai dengan nilai-nilai yang diperjuangkan NU selama ini.

Investasi dalam energi terbarukan, pendidikan dan pelatihan, kerjasama internasional, advokasi kebijakan, dan penguatan nilai-nilai keagamaan dalam pengelolaan lingkungan adalah beberapa langkah yang bisa diambil oleh NU untuk mencapai tujuan ini. Dengan memilih jalan ini, NU tidak hanya akan mempertahankan integritas dan komitmen mereka terhadap lingkungan tetapi juga memberikan contoh positif kepada umat dan masyarakat luas.

NU harus berhati-hati dalam menghadapi godaan material dan tekanan politik yang bisa merusak reputasi dan integritas Ormas terbesar di dunia ini. Keputusan yang diambil hari ini akan menentukan arah masa depan NU dan dampak yang akan diberikan bagi lingkungan dan masyarakat. Semoga NU bisa mengambil keputusan yang bijaksana dan membawa manfaat bagi semua pihak.*

Pesantren Miftahul Ulum Manggar

3 Juni 2024 / 25 Zulqa’dah 1445 H

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button