Runtuhnya Legitimasi Habaib

Runtuhnya Legitimasi Habaib
Oleh: Ickur
(Komunitas Disorientasi)

Beberapa tahun yang lalu Sumanto Al Qurtubi memposting tulisan di akun facebook-nya yang membahas tentang terputusnya nasab Rasulullah berdasarkan kajian Antropologi, alasan utamanya adalah bangsa Arab menganut sistem patriarki dimana nasab dihitung berdasarkan jalur laki-laki, sedangkan Rasulullah tidak memiliki anak cucu yang beranak pinak melalui jalur keturunan laki-laki. Postingan ini mendapat reaksi dari ribuan akun yang mayoritas menghajar Sumanto Al Qurtubi dengan menggunakan dalil agama.

Beberapa tahun kemudian tepatnya akhir-akhir ini, kemapanan Habaib yang mendapat posisi Istimewa di Indonesia karena dimuliakan oleh mayoritas umat Islam kembali goyang oleh tesis Imaduddin Ustman. Imaduddin Ustman menulis tesis “tentang terputusnya nasab para habib Ba Alawi Yaman kepada Rasulullah” dengan menggunakan sembilan kitab nasab sebagai referensi utama.

Kalau Sumanto Al Qurtubi dengan kajian antropologi berusaha menggugurkan klaim seluruh Dzurriyat Rasulullah dengan mengisyaratkan nasab Rasulullah terputus sejak Sayyidah Fatimah Az Zahrah, Imaduddin Utsman hanya “menggugat” klaim Dzurriyat Rasulullah dari jalur Ba Alawi dengan menunjukkam bukti bahwa Sayyid Ahmad bin Isa tidak memiliki anak yang bernama Ubaidillah, berarti juga tidak memiliki cucu yang bernama Alawi bin Ubaidillah. Alawi bin Ubaidillah inilah yang diklaim menjadi jalur penghubung nasab Habaib sampai ke Rasulullah yang dilegitimasi oleh Rabithah Alawiyyah (Lembaga Pencatat Nasab Dzurriyat Rasulullah).

Imaduddin Utsman tidak “mengatakan” seluruh Dzzurriyat Rasulullah terputus, juga tidak menyerang ke-shahih-an nasab Habib secara personal (orang per orang berdasarkan suka atau tidal suka), karena ada Habib yang “baper” menanggapi tesis Imaduddin dengan tanggapan emosional seolah diserang secara pribadi kemudian mengajukan test DNA dengan cara yang nyaris Mustahil yakni menggali makam Rasulullah untuk mengambil sampel DNA. Tetapi Imaduddin Utsman hanya menunjukkan “masalah” dalam nasab Alawi bin Ubaidillah karena Ubaidillah bukan anak Ahmad bin Isa.

Imaduddin mengatakan bahwa tidak ada kitab-kitab mu’tabar yang menyebutkan Ahmad bin Isa pindah ke Hadramaut, berita tentang pindahnya Ahmad bin Isa ke Hadramaut sekitar 650 setelah wafatnya Ahmad bin Isa. Ahmad bin Isa hanya mempunyai tiga putra; Muhammad, Ali, dan Husain. Di titik ini Bani Alawi mendapat “masalah” karena tidak atau belum bisa menggugurkan tesis Imaduddin Utsman dengan referensi valid. Kitab yang digunakan untuk menyanggah pendapat Imaduddin adalah kibab Syarhul Ainiyyah yang ditulis oleh Habib Ahmad bin Zen al-Habsyi (dari kalangan Bani Alawi) pada abad 12 H tanpa menyebutkan rujukan kitab atau sumber informasi, sedangkan Ubaidillah wafat pada abad 4 H.

Di tempat lain, Channel Youtube Guru Gembul yang berjudul Eps 585| HABIB BUKAN KETURUNAN ROSULULLAH SAW? KRITIK SANAD NASAB setelah merujuk kepada tesis Imaduddin Ustman kemudian mengangkat masalah lain yang terjadi pada Bani Alawi dalam hal kalkulasi generasi Habaib yang ada sekarang yakni generasi ke 36 sampai ke 39, sedangkan jarak dari Nabi Muhammad sampai ke generasi sekarang sekitar 1495 tahun hijriyah. Di dunia, Dalam rentang waktu 1500 tahun rata-rata telah melahirkan 50 sampai 75 generasi, sedangkan para Habaib hanya pada 37 sampai 39 generasi. Tetap masuk akal tapi susah untuk diterima karena rata-rata para Habaib baru punya keturunan di usia 40 tahun. Apalagi di zaman dulu kebanyakan orang menikah di usia yang sangat belia antara usia 11 – 14 tahun. Kalau sampelnya diambil dari lima generasi pertama dari Zaman Rasulullah maka jumlah rata-rata generasi berpindah di usia 26 tahun. “Ini wajar, normal dan masuk akal” kata Guru Gembul. Tetapi setelah Ubaidillah, dalam kalkulasi juga terjadi masalah, jarak rata-rata antar generasi menjadi dua kali lebih panjang, mereka rata-rata dilahirkan pada tahun genap, dan jarak antara generasi juga rata-rata berangka tahun genap.

Dari sini kita dapat melihat kemungkinan hanya test DNA lah yang bisa selamatkan “Legitimasi” Bani Alawi sebagai Dzurriyat Rasulullah. Kecuali Rabithah Alawiyyah bisa mengajukan bukti dan jawaban valid yang bisa dijadikan rujukan untuk menggugurkan tesis Imaduddin Ustman dan masalah Kalkulasi rata-rata perpindahan antar generasi yang diajukan oleh Guru Gembul.

Jika legitimasi Bani Alawi sebagai keturunan rasulullah runtuh, apakah akan dapat mengakhiri pengkultusan terhadap Habaib? Ataukah akan ada tebang pilih Habaib, yaitu hanya Habaib ulama yang akan tetap mendapat legitimasi dengan jalur keilmuannya, sedangkan para Habaib yang hanya menjajakan nasab sebagai klaim kemuliaan akan ditinggal oleh para Muhibbinnya?, Wallahu a’lam bish shawab.

5 – 7 Syawal 1444
(Ditulis saat melintasi Selat Makassar di lantai 3 KM Laskar Pelangi sebagai pengisi waktu saat mudik, dirampungkan saat nongkrong di tepi Teluk Mandar Pantai Tatobo).

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button