Mesin Uang

Mesin Uang
Oleh: Ickur
(Komunitas Disorientasi)

Bang Brewok benar-benar seorang pekerja keras, dia mengembara ke mana-mana untuk mencari peruntungan. Pernah jadi kuli bangunan di Jakarta, pernah jualan es di Padang, dan akhirnya sampai ke Balikpapan.

Pertama kali tiba di Balakpapan dia ngekost di sebuah rumah kost dekat pantai yang sekarang dikelola jadi pantai wisata, tapi waktu bang Brewok masih tinggal di kost, pantai itu masih jadi pantai nelayan.

Akhir-akhir ini banyak pantai yang dibuka untuk kepentingan wisata, tepatnya sih kepentingan komersil, bahkan ada yang sampai bentrok pihak pengelolanya gara-gara berebut “mesin uang” recehan yang disebut lahan parkir. Recehan kalau dikali banyak bisa berubah juga jadi “uang merah” dan cukuplah untuk jadi alasan orang bertikai satu sama lain.

Bang Brewok tidak ikut-ikutan mengais keuntungan di areal pantai, Dia justru lebih suka mangkal di pasar, bukan untuk ikut bertarung dalam perebutan lahan parkir di pasar, tapi untuk jualan es doger. Panas terik matahari adalah suasana yang selalu hadir dalam do’anya sebelum berangkat kerja, dan hujan laksana kutukan alam yang dia anggap menuntun ke alamat buruk yang dinamakan rugi. Gara-gara musim penghujan yang berlangsung lama menurutnya, padahal baru dua pekan hujan hampir tiap hari turun. Bang Brewok mulai gelisah, uang kost gak terbayar. Bisa saja uang kost terbayar, tapi uang bulanan untuk istrinya di kampung yang dikorbankan.

“Aku gak boleh terus-terusan gini. Aku harus cari cara!” Katanya dalam hati.

Dari sinilah awalnya, Bang Brewok alih profesi dari pedagang es doger menjadi pedagang bakso.

“Kalo jualan bakso, hujan atau panas tetap laris”. Kata Bang Brewok.

Dari cerita teman-temannya, Bang Brewok menangkap peluang untuk buka warung di sekitar Manggar. Dengan delapan belas juta per tahun untuk sewa tempat yang lumayan strategis karena berada di pinggir jalan raya, dan modal satu juta per hari untuk bahan baku, bang brewok menekuni bisnis barunya itu. Dan kerja keras tidak mengkhianati hasil, begitulah ungkapan motivasi yang disematkan kepada orang yang telah sukses tentunya. Dari jualan bakso itu, Bang Brewok bisa meraup untung sampai sepuluh juta di bulan pertama.

“Itu uda pendapatan bersih, mas”. Kata Bang Brewok membenarkan bahwa dia bisa menabung sepuluh jutaan per bulan saat masih jualan di tempat si Katro.

Saat jualan baksonya mulai laris di tempat si Katro, bang Brewok memboyong istri dan anak-anaknya dari kampung, “dari pada nyari karyawan, lebih baik ngajak istri”. Kata bang Brewok.

“Tapi setahun aja Mas, trus aku pindah ke sini”. Lanjut Bang Brewok.
###

Hari ini aku ke warung bakso Bang Browok, sudah dua hari aku tidak selera melihat menu makanan di rumah, badan agak meriang, bawaannya mau makan yang berkuah sejak pagi.

“Di sini aku uda tiga tahun mas, terakhir sudah, yang punya tempat gak mau kalo aku lanjut lagi”. Kata bang Brewok

“Dia mau jualan juga kali, bang. Biasanya gitu. Kalo yang ngontrak jualannya laris, pemilik biasanya ngusir yang ngortrak, trus dia jualan sendiri”‘ kataku dengan sok tahu kepada bang Brewok.

“Gak usah buruk sangka gitu, mas. Mungkin dia butuh untuk keperluan lain”. Jawab bang Brewok dengan bijak.

“Nawar aja bang. Naikin sewanya”. Kataku lagi, mencoba memberi solusi.

“Uda Mas. Aku berani bayar sampai dua puluh juta. Orangnya memang uda gak mau”.
###

Saat masuk ke masjid untuk shalat Jumat, aku melihat Bang Brewok bersama anaknya di sebelah kiri, tepatnya dua shaf di depanku. Aku perhatikan jama’ah shalat Jumat pada tertunduk khusuk atau justru tertidur sementara Khatib yang berada di mimbar seolah menikmati dunianya sendiri membaca naskah khutbah seperti membaca koran, iramanya terkadang dilagukan kalau yang dibaca kutipan ayat al Qur’an. Mungkin hanya aku yang memperhatikan khatib ini saat berada di mimbar, atau ada juga jama’ah di belakangku yang ikut memperhatikan?, Entahlah.

Aku memang sering melihat khatib ketika berada di atas mimbar hampir tidak siap dengan naskah khutbah yang dibawanya sendiri dari rumah, bahkan beberapa kali aku melihat khatib justru menggunakan naskah kutbah dari buku yang disiapkan di tepi mimbar. Aku kadang berpikir, jika aku bisa mengaji, bacaan al Qur’anku bagus, mungkin aku juga bisa jadi khatib, kan tinggal baca teks, tanpa perlu paham terlebih dahulu, toh jama’ah juga tidak menyimak apa yang dikatakan khatib Jumat.

Anak bang Brewok duduk di sampingnya. Tidak seperti anak-anak yang lain, datang sendiri ke masjid untuk shalat Jumat, aku gak tahu apa bapak dari anak-anak yang datang sendiri ini kebetulan tidak ada di rumah karena masih di tempat kerjaan atau lebih parah lagi kalau bapaknya berada di rumah menikmati tidur sementara anak-anaknya di suruh untuk ke Masjid menunaikan shalat Jumat. Pertama, anak-anak yang belum baligh tidak wajib untuk shalat Jumat, meski harus diajarkan dan dibiasakan dari kecil. Kedua, pelajaran terbaik adalah melihat contoh dari orang tuanya, jadi sebaiknya anak-anak ini didampingi orang tuanya saat shalat Jumat sehingga masjid tidak riuh oleh suara anak-anak ketika Khatib berada di mimbar. Tapi jangan juga melarang anak-anak datang ke masjid karena alasan khawatir mereka berbuat kegaduhan sehingga mengurangi khusuk saat shalat. Dalam cara pendang anak-anak, masjid adalah salah satu tempat bermain yang membuat hati mereka bahagia, kalau dimarahi, dilarang atau bahkan diancam, persepsi mereka bisa berubah. Masjid mungkin akan mereka anggap sebagai tempat menyeramkan.
###

Dunia bang Brewok bukanlah dunia sempit sesempit perhitungan untung rugi dalam ilmu ekonomi. Dunia yang digeluti oleh bang Brewok adalah dunia yang di dalamnya terdapat persoalan kompleks yang saling bertautan dimana canda, tawa, emosi bahkan amarah silih berganti menghinggapi perasaannya. Bang Brewok telah menumpahkan segala cara yang mengalirkan energi, pikiran dan keringat untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

“Kalau bukan aku yang menikmati, insya Allah anak-anak lah yang akan menikmati segala jerih payah kami selama ini”. katanya kepadaku.

“Makanya aku berusaha keras supaya anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak agar kelak mereka bisa melampaui apa yang saat ini telah aku dapatkan”. Lanjutnya.

Bagiku, bang Brewok adalah contoh orang yang memiliki semangat serta sikap optimis dalam menatap masa depan, dia masih menyisakan rasa percaya pada dunia pendidikan akan dapat memberikan skill kepada anak-anaknya sebagai bekal di masa depan.

Di sela-sela waktunya mengelola warung bakso sebagai mesin uang, bang Brewok tetap berusaha memberi teladan bagi anak-anaknya. Meskipun tidak selalu bisa melaksanakan shalat berjama’ah bersama keluarga, minimal bang Brewok tidak pernah lupa mengajak anaknya ke masjid untuk shalat Jumat setiap pekannya.*

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button