Ketidakpastian

Di kehidupan sehari-hari, banyak hal yang umumnya bersifat normal dan rutin. Kicau burung walet di bangunan tua, ikan kecil di sungai yang keruh, jalanan dan gang sempit, warung kopi di trotoar jalan, cucian piring, tidur malam—semuanya masuk dalam kategori kebiasaan. Rutinitas ini, meski akrab, sering kali menimbulkan rasa bosan dan monoton yang dapat merusak pengalaman hidup.

Ilmu pengetahuan, agama, dan filsafat sering kali berusaha memberikan jawaban dan kejelasan tentang alam semesta dan tempat kita di dalamnya. Namun, sama pentingnya, dan sering kali diabaikan, adalah; kegembiraan yang bisa ditemukan bukan dalam apa yang diketahui, tetapi dalam apa yang tidak diketahui.

Menyadari dan merangkul ketidakpastian di kehidupan sehari-hari dapat menjadi sumber inspirasi yang mendalam. Henry David Thoreau, penulis abad ke-19, menulis, “Keinginan saya akan pengetahuan bersifat intermiten; tetapi keinginan saya untuk berkomunikasi dengan “roh semesta”, untuk mabuk dengan nektar ilahi, adalah abadi dan konstan.” Artinya, pengalaman dan efek dari pengetahuan konkret bisa bersifat sementara, tetapi keajaiban yang ditemukan dalam ketidakpastian bisa abadi.

Melihat langit malam yang cerah penuh bintang, biasanya dihadapkan pada ruang yang tak terbayangkan dan tak terbatas. Menyadari betapa sedikit yang diketahui dan betapa kecilnya kita.

Alam semesta menatap kembali dengan tatapannya yang tajam, mengingatkan betapa aneh dan tidak jelasnya hidup ini. Carl Sagan, kosmolog besar, berkata, “Kosmos adalah segala yang ada atau pernah ada atau akan pernah ada. Kontemplasi kita yang paling lemah terhadap Kosmos menggugah kita—ada sensasi di tulang belakang, suara tertahan, sensasi samar, seolah-olah ingatan jauh jatuh dari ketinggian.” Perasaan kagum ini sangat membebaskan dan memprovokasi, mengingatkan bahwa kita berdiri di persimpangan antara yang tak terbatas dan terbatas, antara segalanya dan tidak ada, antara mengetahui dan tidak mengetahui.

Kenyataannya, apa pun yang sempat diketahui, kemungkinan besar kita salah. Tidak ada yang benar-benar memahami apa yang sedang terjadi. Tidak ada yang sederhana atau jelas.

Richard Feynman, fisikawan teoretis terkenal, berkata, “Tidak ada yang pernah memahami apa itu hidup, dan itu tidak masalah. Jelajahi saja. Hampir segala sesuatu sangat menarik jika diselami dengan cukup dalam.” Dalam hal yang paling umum dan membosankan, terdapat kompleksitas dan keanehan.

Kita bahkan tidak tahu mengapa aktivitas tidur atau bermimpi, atau bagaimana sebagian besar otak bekerja. Tidak tahu apakah waktu itu nyata dalam arti fisik, atau apa itu gravitasi dan mengapa ada. Kita bahkan tidak tahu apakah ada alam semesta atau dimensi lain yang tak terbatas di sekitar kita saat ini.

Pada akhirnya, pernyataan mendasarnya adalah, tidak tau. Mengabaikan ketidaktahuan ini dapat membuat itu menjadi tidak menarik, tidak terinspirasi, dan kelelahan. Kita dapat menekankan hal-hal yang mungkin tidak terlalu penting dan mengabaikan pengalaman yang memang penting. Kita merasakan tekanan mengejar kesempurnaan dan kepastian, yang saat ini tidak ada.

Sebaliknya, mempertimbangkan dan menerima ketidakpastian dalam setiap momen dan dalam segala hal dapat membawa kembali ke kepolosan dan rasa ingin tahu membuka kita pada apresiasi terhadap semua hal, orang, dan ide.

Sebagai saksi dari alam semesta, kita diberi kemampuan untuk mengagumi dan menikmati keajaiban yang ada di sekitar. Alan Watts, filsuf Amerika-Inggris abad ke-20, berkata, “Melalui mata kita, semesta melihat dirinya sendiri. Melalui telinga kita, semesta mendengarkan harmoninya. Kita adalah saksi melalui mana semesta menjadi sadar akan kemuliaannya.” Betapa sayangnya jika menyia-nyiakan pengalaman ini dengan mengabaikan kemuliaan dan keindahan yang ditemukan dalam ketidakpastian.

Harus diingat bahwa ketidakpastian selalu ada di atas, di bawah, dan di sekitar, kapan pun kita membutuhkannya.

Alif

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button