RDP Lanjutan, Nelayan Dan PHKT Sepakat Dibentuk Tim Verivikasi

Penajam – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Penajam paser Utara (PPU) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan yang telah dilakukan pada Senin (27/01) lalu menidaklanjuti tuntutan masyarakat terhadap Pertamina Hulu Kalimatan Timur (PHKT) terkait kerugian yang dialami masyarakat akibat dari adanya perkerjaan RIG (Driling Senturian).

RDP ini digelar bersama pemerintah, pihak SKK Migas dan PHKT serta para nelayan di Kecamatan Wary dan Muara Tunan, Penajam Paser Utara Provinsi Kaltim, dilaksanakan di ruang rapat lantai 3 DPRD Penajam Paser Utara pada Kamis, (30/1/2020).

Dalam RDP tersebut dihadiri Ketua DPRD PPU Jon Kenedy, Wakil Ketua I DPRD PPU Raup Muin, Wakil Ketua Komisi I DPRD Irawan Heru Susanto dan beberapa anggota DPRd.

Sedangkan dari Pemerintah di Wakili oleh Asisten II Setkab PPU Ahmad Usman beserta Kepala Dinas Perikanan PPU dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PPU. Turut hadir pula pihak managemen dari SKK Migas Dan PHKT. 

Koordinator Masyarakat Nelayan, Ahmad Muhibullah mengatakan, pihaknya merasa dirugikan dengan adanya aktivitas pengeboran yang berdampak pada menurunnya secara drastis hasil produksi ikan yang didapat para nelayan tersebut.

Nelayan di Kecamatan Waru juga mempertanyakan perihal realisasi konpensasi dari Perusahaan PHKT yang dinilai tidak tepat sasaran, lanjut Ahmad Muhibullah.

“Tidak semua nelayan terakomodir, bahkan, ada beberapa elemen masyarakat yang bukan Nelayan tetapi terdata menerima konpensasi dari Perusahaan,” Terang Muhibullah.

Ahmad Muhibullah melanjutkan, pihaknya menilai pembatasan golongan nelayan yang berhak menerima konpensasi dari perusahaan bertentangan dengan peraturan yang ada. Selain itu, masih ada nelayan yang tidak terdata dalam akumulasi data nelayan penerima konpensasi yang diberikan Perusahaan.

“Serta adanya surat berita acara penunjukkan koordinator tanpa sepengetahuan mesyarakat nelayan,” ungkap Muhibullah dengan tegas.

Wakil Ketua I DPRD PPU, Raup Muin usai RDP menanggapi persoalan tersebut, menjelaskan, polemik terkait konpensasi PHKT dari dampak pengeboran tersebut awalnya sudah dibentuk tim yang bertugas mendata para nelayan yang terdampak.

Namun seiring jalan, tim tersebut dinilai tidak sesuai oleh para nelayan, karena sebagian nelayan menilai koordinator yang ditunjuk tersebut tidak tepat sasaran.

Dan tidak dapat mengakomodir seluruh para nelayan yang terdampak di Kecamatan Waru dan Muara Tunan Kelurahan Tanjung Tengah Kecamatan Penajam.

Data dari tim itu tidak sesuai dengan jumlah nelayan yang ada, sehingga ada sebagian nelayan yang tidak terakomodir,” ungkapnya.

Oleh karena itu ucap Raup, dalam RDP tersebut pihaknya bersama peserta RDP menyepakati untuk membentuk tim kembali yang betugas untuk menyelesaikan pendataan yang masih belum rampung tersebut.

“Tugas tim yang kita bentuk ini bukan mendata ulang, tapi melanjutkan pendataan dan sisa nelayan yang belum terakomodir tersebut,” tuturnya.

Dalam mengkonfirmasi terkait tuntuntan masyarakat nelayan usai RDP, wartawan sempat kesulitan untuk mewawancarai pihak SKk Migas dan PHKT.

Pasalnya, saat ingin dimintai keterangan oleh wartawan, baik dari PHKT maupun SKK Migas sempat saling lempar dan tak ingin berkomentar. Akhirnya, saat hendak pergi memasuki Bus, Perwakilan SKK Migas, Handel Martua akhirnya berkenan untuk memberikan komentarnya seputar hasil RDP dan tuntutan para nelayan.

Handel Martua mengungkapkan, dalam RDP tersebut telah disepakati pembentukan tim khusus yang akan menindak lanjuti diskusi yang telah berjalan.

Tim khusus akan dibentuk dan dipimpin oleh pemerintah PPU

“SKK Migas dan PHKT berkomitmen untuk menjalankan bisnis dan operasi migas sesuai prinsip-prinsip keselamatan, komersial dan kinerja unggul serta kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku,” terangnya.

Ia menegaskan, SKK Migas dan PHKT tetap dan terus memastikan komunikasi dan kerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mengantisipasi maupun mengatasi semua tantangan yang dihadapi. Dan sekaligus memastikan efektifitas operasionalnya dalam memenuhi target produksi migas yang di tetapkan negara RI.

“Pembentukan tim independen itu menurut saya bagus untuk menyelesaikan masalah yang belum selesai. Untuk mengakomodir semua nelayan, itu tugas dari tim yang dibentuk tadi,” ujarnya.

Jadi, kalau hasil tim nanti berdasar dan masuk akal serta bisa dibuktikan bahwa nelayan itu terdampak, harus diakomodir.

“Karena kita pakai uang negara, kalau bapak menerima dan tidak sesuai bisa dianggap tipikor, begitu juga kami yang ikut rapat bisa dianggap tipikor,” tutupnya.

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button