Terpecah Belah
(Sebuah Fabel)
Terpecah Belah
(Sebuah Fabel)
Oleh: Ickur
Diceritakan, terdapat sebuah desa yang dihuni oleh berbagai hewan yang hidup berdampingan. Di desa itu, terdapat sebuah keluarga kura-kura yang sangat terkenal dengan kebanggaan mereka atas kemuliaan keturunan. Mereka selalu memuji-muji keturunan mereka yang konon berasal dari garis keturunan kura-kura paling terhormat di dunia hewan.
Seekor kelinci tidak terlalu percaya pada klaim-kalaim tersebut. Seekor kelinci tersebut adalah hewan yang berpikiran kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh cerita-cerita yang tidak didukung oleh bukti yang kuat. Ia merasa bahwa penilaian seseorang seharusnya didasarkan pada perbuatan dan karakter, bukan sekadar keturunan.
Suatu hari, saat berada di tengah-tengah perkumpulan hewan di desa, seekor kelinci memutuskan untuk mengajukan pertanyaan kepada keluarga kura-kura. Dengan sopan, kelinci bertanya, “Maaf, tetapi apakah benar bahwa kemuliaan seseorang hanya berdasarkan keturunannya? Bukankah perbuatan dan karakter juga penting?”
Kelompok kura-kura tersebut langsung terdiam. Mereka saling berpandangan, kemudian kepala keluarga kura-kura menjawab dengan tatapan tajam, “Kelinci, kelinci, kamu hanyalah seekor kelinci yang tidak tahu apa-apa tentang warisan kami. Kemuliaan keturunan adalah segalanya dalam dunia kami.”
Kelinci tidak terpengaruh oleh celaan itu. Ia merasa bahwa ada yang tidak beres dengan klaim yang diperjuangkan oleh keluarga kura-kura tersebut. Ia memutuskan untuk melakukan penyelidikan sendiri. Kelinci berkeliling desa dan bertemu dengan hewan-hewan lain untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda.
Kelinci berbicara dengan kakek-kakek burung hantu yang bijaksana, bertanya kepada landak pemberani, dan mendengarkan cerita keluarga kucing tentang kebaikan hati mereka. Melalui perbincangan dengan berbagai hewan, kelinci menemukan bahwa ada begitu banyak hal yang lebih penting daripada hanya kemuliaan keturunan dalam menilai karakter dan keberanian seseorang.
Akhirnya, kelinci mengumpulkan semua hewan di desa untuk berdiskusi. Ia berbagi pengalaman dan pengetahuannya tentang nilai-nilai yang sebenarnya penting dalam menilai seseorang, seperti kebaikan hati, ketekunan, dan keberanian. Hewan-hewan di desa terinspirasi oleh kata-kata kelinci dan mulai meragukan klaim-klaim kemuliaan keturunan yang dipegang teguh oleh keluarga kura-kura.
Lama kelamaan, masyarakat hewan di desa mulai mengubah pandangan mereka. Mereka menyadari bahwa kebaikan hati dan tindakan yang baiklah yang seharusnya dihargai, bukan sekadar keturunan semata. Keangkuhan dan pengagungan terhadap kemuliaan keturunan menjadi berkurang seiring dengan kesadaran tentang nilai-nilai yang lebih penting.
Suatu hari, datanglah keluarga kelinci dari desa yang jauh membawa kabar bahwa leluhur kuru-kura yang dimuliakan di desanya tidak ada hubungan keluarga dengan kura-kura di desa yang di kritik kelinci itu.
Setelah kabar dari keluarga kelinci dari desa yang jauh tersebut, terjadilah pertemuan antara keluarga kura-kura yang dimuliakan dan kelinci yang menjadi pendorong perubahan pandangan di desa. Dalam pertemuan tersebut, terungkaplah fakta bahwa memang tidak ada hubungan keluarga langsung antara leluhur kura-kura yang dimuliakan dan kura-kura di desa tersebut.
Dengan kabar yang dibawa oleh keluarga kelinci dari desa yang jauh itu, suasana di desa menjadi tegang. Keluarga kura-kura yang dimuliakan enggan menerima fakta bahwa leluhur mereka tidak memiliki hubungan keluarga langsung dengan kura-kura di desa tersebut. Mereka merasa bahwa klaim mereka tentang kemuliaan keturunan telah dihancurkan dan kehormatan mereka dirampas.
Keluarga kura-kura yang dimuliakan, dipenuhi dengan kemarahan dan kekecewaan, menolak untuk menerima kabar tersebut. Mereka bersikeras bahwa keturunan mereka tetap memegang status istimewa dan bahwa kabar yang dibawa oleh keluarga kelinci adalah sebuah konspirasi atau kebohongan.
Di sisi lain, kelinci merasa sedih melihat sikap defensif keluarga kura-kura tersebut. Ia berusaha menjelaskan bahwa tidak ada maksud jahat dalam membawa kabar tersebut, melainkan hanya untuk membawa kebenaran kepada masyarakat desa. Namun, keluarga kura-kura yang marah tidak mendengarkan penjelasan kelinci dan tetap mempertahankan pandangan mereka.
Dalam suasana ketegangan ini, desa terpecah menjadi dua kubu yang saling mempertahankan pendapat masing-masing. Beberapa hewan yang awalnya terinspirasi oleh kelinci ikut bergabung dengan keluarga kura-kura, sementara yang lain tetap berdiri di pihak kelinci, meyakini pentingnya melihat kebaikan hati dan karakter sebagai ukuran kemuliaan.
Sayangnya, konflik ini berdampak negatif pada kedamaian dan kerukunan di desa. Hewan-hewan saling berbicara dengan nada tinggi, terjadi perselisihan, dan sikap saling curiga semakin membesar. Desa yang dulunya rukun kini terpecah belah oleh perbedaan pendapat yang tidak dapat disepakati.