Krisis Pangan Hantui Seluruh Negara Tahun 2050

Krisis Pangan Hantui Seluruh Negara Tahun 2050

Ancaman serius krisis pangan yang menghantui seluruh negara pada tahun 2050 semakin nyata, demikian disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati. Menurutnya, lonjakan tajam dalam laju perubahan iklim yang terjadi akibat aktivitas manusia telah menciptakan kondisi genting, dengan dampak serius pada hasil panen dan ketersediaan pangan di seluruh dunia.

Penyebab utama krisis pangan yang semakin mendekati ini adalah perubahan iklim yang signifikan. BMKG mengutip laporan dari World Meteorological Organization yang dikeluarkan pada akhir tahun 2022, yang memaparkan dampak besar perubahan iklim pada berbagai negara dan wilayah. Badan Meteorologi telah melakukan pemantauan di 193 negara dan wilayah di seluruh dunia, dan hasilnya menunjukkan perubahan dramatis dalam pola cuaca dan suhu.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) juga telah memberikan peringatan serius tentang krisis pangan potensial yang akan terjadi pada tahun 2050. Salah satu faktor utama adalah penurunan hasil panen yang disebabkan oleh perubahan suhu ekstrem dan kondisi cuaca yang tidak stabil. Lebih dari 500 juta petani skala kecil, yang bertanggung jawab atas sebagian besar pasokan pangan dunia, akan menjadi kelompok yang paling terdampak. Dwikorita menekankan bahwa ancaman ini tidak mengenal batasan negara maju atau berkembang, melainkan akan mempengaruhi semua negara di seluruh dunia.

Dalam sebuah forum yang berfokus pada dampak perubahan iklim di Indonesia, Dwikorita menjelaskan bahwa kenaikan suhu global telah menyebabkan masalah baru seperti krisis air. Dengan suhu yang semakin meningkat, sumber daya air mengalami tekanan tambahan, memicu krisis air yang dapat mempengaruhi produksi pangan.

Di tengah situasi ini, tindakan segera untuk mengatasi perubahan iklim semakin lantang. Dalam konteks Indonesia, suhu rata-rata tahunan telah menunjukkan kenaikan yang signifikan, dengan konsekuensi seperti cuaca ekstrem, penurunan keanekaragaman hayati, dan meningkatnya risiko bencana alam.

Untuk menghadapi tantangan ini, strategi berkelanjutan perlu diimplementasikan. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyoroti pentingnya pengembangan pertanian cerdas, peningkatan kualitas sumber daya manusia lokal, dan penerapan teknik pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim. Selain itu, upaya penerapan pendidikan tentang perubahan iklim dalam kurikulum pendidikan juga menjadi langkah penting untuk menghasilkan kesadaran yang lebih dini tentang dampak perubahan iklim.

Krisis pangan yang semakin mendekat menjadi panggilan tegas bagi seluruh dunia untuk bertindak. Kolaborasi antara pemerintah, industri, perguruan tinggi, dan masyarakat menjadi kunci dalam mengatasi ancaman ini dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Selengkapnya...
Back to top button

You cannot copy content of this page