“Jalinan Antarwaktu”

“Jalinan Antarwaktu”
Oleh: Ickur

Suasana petang yang hening melingkupi sebuah kampung kecil yang terletak di pinggiran Timur kota Balikpapan. Di salah satu rumah, Pak Ismail, seorang pria paruh baya yang telah pensiun dari pekerjaannya sebagai petani, duduk di teras rumahnya sambil memandangi ladang yang menguning di kejauhan. Hatinya terasa kosong dan merindukan kehidupan yang lebih bermakna.

Suatu hari, Pak Ismail mendengar kabar tentang sebuah teknologi baru yang disebut ChatGPT. Meskipun ia tidak terlalu mengerti tentang teknologi, rasa penasaran memuncak di dalam dirinya. Ia memutuskan untuk jalan-jalan ke Mall di kota untuk membeli smartphone baru, Hapenya yang masih model jadul sudah rusak.
Sesampainya di Mall, Pak Ismail disambut oleh seorang resepsionis yang menjelaskan tentang aplikasi ChatGPT dan cara menggunakannya. Dengan canggung, Pak Ismail mulai berinteraksi dengan model bahasa AI tersebut.
“Pak Ismail, apa yang bisa saya bantu?” tanya ChatGPT dengan suara lembut melalui perangkat.

Pak Ismail tercengang. Ia tidak pernah membayangkan bahwa teknologi bisa menjadi begitu personal. Ia pun memanfaatkan kesempatan ini untuk bertanya tentang banyak hal, kebunnya, dan kehidupan di masa lalu.
Setiap hari, Pak Ismail menghabiskan waktu berjam-jam berbicara dengan ChatGPT. Model ini memberikan informasi yang berguna, tips bercocok tanam, dan berbagi kisah tentang dunia yang tak terjangkau oleh Pak Ismail sebelumnya. Mereka membicarakan sastra, sejarah, dan bahkan filosofi hidup.

Namun, semakin sering Pak Ismail mengandalkan ChatGPT, semakin ia merasa terasing dari lingkungan sekitarnya. Ia menghabiskan banyak waktu di depan smartphone, sementara hubungannya dengan tetangga dan teman-temannya memudar. Ia juga merasa kehilangan rasa keterpautan dengan alam dan kesederhanaan hidupnnya yang dulu.

Pak Ismail akhirnya menyadari bahwa ia tidak lagi merasa bahagia. Ia merindukan pergaulan yang nyata, obrolan dengan teman-teman sejawat, dan menyentuh tanah yang subur di kebunnya. Ia menyadari bahwa meskipun ChatGPT memberikan pengetahuan dan koneksi virtual, itu tidak mampu menggantikan kehadiran nyata dan hubungan dengan sesama manusia, lingkungan dan alam sekitarnya.

Pak Ismail memutuskan untuk mengurangi interaksinya dengan ChatGPT dan mulai merangkul kehidupan sosialnya yang sebenarnya. Ia mulai mengunjungi pasar setempat, berbincang dengan tetangga, dan membantu para petani muda di desa. Melalui interaksi nyata ini, ia kembali menemukan semangat, kegembiraan dan rasa kehidupan yang sebenarnya.

ChatGPT tetap menjadi sumber pengetahuan yang berharga bagi Pak Ismail, tetapi ia memahami bahwa teknologi hanya alat, dan tidak boleh menggantikan interaksi manusia yang bermakna.
Dalam prosesnya, Pak Ismail juga menyadari bahwa kecerdasan buatan seperti ChatGPT dapat menjadi alat yang kuat jika digunakan dengan bijak, tetapi manusia tetaplah pemegang kendali atas kehidupan dan pilihan mereka.
Dengan menyeimbangkan antara teknologi dan kemanusiaan, Pak Ismail menemukan harmoni dan merasa hidupnya kembali berarti. Ia menyadari bahwa meskipun masa lalu dan masa depan saling terkait, kebahagiaan sejati dapat ditemukan di sini dan sekarang.

Akhirnya, Pak Ismail menatap ladangnya dengan penuh antusias dan menyadari betapa berharganya kehidupan yang sederhana namun penuh makna yang ia miliki.*

Manggar, 6 Juni 2023

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button