Gabungan Organisasi Mahasiswa di Balikpapan Tolak Perayan HUT RI di IKN

r Media, Balikpapan – Gabungan organisasi mahasiswa yang terdiri dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Balikpapan (Uniba) menyebut peringatan HUT Kemerdekaan RI di Ibu Kota Nusantara (IKN), menimbulkan kontroversi yang mendalam. Dan apa yang dilakukan ini sebagai bentuk penolakan terhadap Perayaan HUR RI di IKN.

Gabungan Mahasiswa ini menganggap bahwa perayaan tersebut bukan hanya sebuah perayaan simbolis. Tetapi juga bisa dilihat sebagai bagian dari upaya legitimasi dan propaganda proyek IKN.

Raihan Ananda, Koordinator Koalisi GMNI, GMKI, LMND, dan BEM FH Uniba, menegaskan dari perspektif politik dan sosial, HUT RI di IKN ini, sebagai upaya untuk menciptakan kesan positif. Dan mengalihkan perhatian dari berbagai isu kontroversial yang mengelilingi proyek IKN.

Sehingga dapat berpotensi merusak makna sejarah serta semangat perayaan HUT RI. Yang seharusnya berfokus pada refleksi dan penghormatan terhadap perjuangan bangsa.

“Kami meminta untuk dibatalkan, sampai diselesaikannya semua permasalahan yang terjadi di IKN,” tegasnya dalam Konferensi Pers “HUT RI dan IKN untuk Siapa ?” di De Jong Café, Kelurahan Sepinggan, Kecamatan Balikpapan Selatan, Kamis (15/8), kemarin.

Mereka pun mencatat beberapa isu-isu kritis yang saat ini tengah mengemuka di IKN. Yakni konflik agraria, pemberian Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun, perampasan lahan oleh Bank Tanah, serta proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai bentuk kolonisasi modern.

Di mana konflik agraria telah menjadi permasalahan mendalam, karena tidak adanya ketidakpastian hukum atas hak atas tanah yang sering kali menjerat masyarakat lokal. Dan pada akhirnya mengarah pada pengabaian hak-hak masyarakat lokal oleh pihak-pihak yang lebih berkuasa.

Situasi ini memunculkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang serius, di mana rakyat kecil harus berhadapan dengan praktik-praktik tidak adil yang merugikan mereka. Perspektif hukum dan politik menggarisbawahi pentingnya penegakan hak atas tanah yang adil dan transparan sebagai fondasi utama keadilan sosial,” katanya.

Sementara itu, perpanjangan HGU selama 190 tahun, menurut Raihan Ananda merupakan kebijakan yang perlu dicermati dengan kritis.

Durasi yang panjang ini memberikan hak penggunaan tanah kepada perusahaan-perusahaan besar tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan.

Penilaian hukum terhadap HGU ini menunjukkan potensi terjadinya monopoli dan konsentrasi kekayaan yang merugikan rakyat.

“Dengan perspektif politik kritis, kita perlu mengevaluasi kembali apakah kebijakan ini benar-benar mendukung kesejahteraan umum atau justru melayani kepentingan segelintir pihak,” tegasnya.

Hal lainnya adalah perampasan lahan oleh Bank Tanah, merupakan praktik yang sangat mengkhawatirkan.

Di mana, Bank tanah yang seharusnya berfungsi untuk pengelolaan dan redistribusi tanah secara adil, justru sering kali menjadi alat bagi penguasaan tanah yang lebih besar dan terpusat. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang terdampak, yang sering kali tidak mendapatkan kompensasi yang layak atau bahkan diusir dari tanah mereka.

Dari perspektif hukum, perampasan ini melanggar prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia yang mendasar.

“Di sekitar IKN masih banyak tanah yang dicaplok dengan alibi upaya untuk kepentingan negara. Tapi pada fakta lapangan yang kami temukan untuk menenangkan kepentingan penguasa lokal dan oligarki dan kepentingan Istana saat ini,” kritik Raihan Ananda.

Selain itu, mereka juga menilai bahwa pembangunan IKN saat ini diidentifikasi sebagai proyek kolonisasi modern.

Di mana konstruksi IKN yang agresif, dapat dilihat sebagai upaya untuk mengubah struktur sosial dan ekonomi secara drastis.

Dan sering kali dengan mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat lokal. Dari sudut pandang politik, proyek ini berpotensi memperburuk ketimpangan sosial dan memperkuat dominasi ekonomi yang tidak adil.

Teori kolonialisme modern menggarisbawahi bahwa proyek seperti ini berpotensi untuk melanggengkan ketidakadilan struktural di masyarakat.

“Kami mengajak semua pihak untuk bergabung dalam perjuangan ini dan mendukung langkah-langkah yang mengedepankan keadilan sosial dan hak asasi manusia. Kolaborasi dan kesadaran masyarakat merupakan kunci untuk mencapai perubahan yang substantif dan berkelanjutan,” terang dia.

Oleh karena itu Koalisi GMNI, GMKI, LMND, dan BEM FH Uniba menegaskan beberapa tuntutan dalam rangka mengatasi isu-isu yang ada di IKN. Yakni perlunya reformasi agraria yang mendalam untuk memastikan hak atas tanah bagi masyarakat lokal.

Kemudian, peninjauan kembali kebijakan Hak Guna Usaha (HGU) agar lebih mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. Lalu pengawasan yang ketat terhadap praktik bank tanah untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas serta pemenuhan hak atas lahan warga yang tercaplok bank tanah

“Terakhir, kami meminta agar proyek IKN tidak menjadi alat kolonisasi, melainkan sebuah langkah yang benar-benar berorientasi pada kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button

You cannot copy content of this page