Ekspansi Brand Global
Ekspansi Brand Global
Oleh: Ickur
(Komunitas Disorientasi)
Waktu nongkrong di Starbucks bersama kawan-kawan, kami sempat mendiskusikan tentang “akan” hadirnya warkop elit ini di bagian Timur wilayah Balikpapan, berjarak beberapa kilo dari McD yang lebih dahulu hadir di perbatasan Selatan dan Timur Balikpapan.
Istriku kaget saat aku pamit untuk nongkrong di Starbucks Batakan, dalam pikirannya starbuck akan mengalami hal yang sama dengan McD yang berdasarkan desas desus yang berhembus, pembukaan warung makan franchise global ini turtunda lama akibat terkendala izin operasional. Ternyata Beda dengan yang dialami starbucks, terkesan tiba-tiba muncul dan tiba-tiba menjadi sentrum titik kumpul komunitas nongkrong.
Seorang teman bilang, hadirnya warkop ini sekitar Batakan adalah respon dari beberapa momentum; pertama, terbukanya jalan tol yang pintu masuk – keluarnya paling ujung ada di Manggar dan kedua, adanya migrasi pejabat IKN yang bermukim di sekitar Batakan. Dengan adanya warung makan sepat saji dan warung kopi branded tentu akan menjadi pilihan konsumsi para pejabat atau tempat singgah sebelum masuk ke Bandara sepinggan bagi orang yang menunggu jadwal keberangkatan pesawat. Ketiga, untuk memfasilitasi gaya hidup karyawan swasta dan PNS yang pendapatnya diatas UMK perbulan. Sekali per tiga bulan nongkrong di Starbucks terasa setahun menjadi orang kaya (bukan pepatah).
Dalam bulan ini aku sudah dua kali nonkrong di Starbucks, pertama, ditraktir sama anggota Komunitas Disorientasi yang sedang berdompet tebal karena panen. Kedua, nongkrong sendiri untuk menyelesaikan beberapa kerjaan yang kejar tayang. Hasil dua kali nongkrong dengan menu minuman yang berbeda adalah Rifluks Asam Lambung.
Aku belum berani menarik kesimpulan bahwa menu yang disajikan tidak ramah dengan pengidap asam lambung, tapi dari dua kali nongkrong dengan menu yang berbeda itu memang sensasi dari rifluks asam lambung agak berat dan berlangsung lama. Lagian tidak ada disclaimer akan bahaya penderita GERD mengkonsumsi menu yang disajikan di kafe itu, atau standar bukti jaminan keamanan / kesehatan produk dari lembaga yang berwenang.
Tapi bagaimana pun itu, nongkrong di kafe transnasional memang membawa sensasi tersendiri dengan kenyamanan tempat, dari parkiran, view, interior, plus free wife yang benar-benar free. Biasanya ada tulisan free wife tapi ketika diakses ternyata dikunci dengan password dan untuk mendapatkan password harus belanja produk dulu.
Oh iya!, hampir lupa, aku memilih nongkrong untuk kedua kalinya di Starbucks gara-gara hari sebelumnya persis hari libur nasional Isra Mi’raj sempat nongkrong di kafe lokal yang berada di pinggir jalan utama. Waktunya memang kurang tepat, sekitar jam sebelas siang, panasnya minta ampun padahal menu yang disajikan ramah bagi penderita GERD dan harga juga sangat terjangkau bagi pemilik gaji bulanan di bawah UMK. Free wife pula, meskipun harus minta password untuk bisa mengakses internet via laptop. Tapi ketidak nyamanan tentu membuat pelanggan berpikir untuk datang kedua kalinya.
Tulisan ini tidak bermaksud membandingkan sesuatu yang memang tidak seimbang dari segi manajemen maupun kekuatan finansial, atau antara brand global dengan UKM lokal, sekedar berbagi cerita tentang begian kecil fenomena sosial yamg terjadi di sekitar dan aku mengalaminya secara realtime. Barangkali ada diantara kalian yang sempat membaca tulusan ini juga memperhatikan hal-hal receh seperti ini(?). Misalnya ekspansi brand global lainnya seperti Mixue yang sedang viral itu. Di bagian Timur Balikpapan, sampai saat ini aku belum pernah melihat ruko yang bermetamorfosis jadi Gerai Mixue.#
Manggar – Balikpapan
22/2/2023