Drawing U-20 Batal, Selera Kemanusiaan Kita Jadi Soal

Oleh : Adhi

(Komunitas Disorientasi)

FIFA batalkan Drawing Piala Dunia U-20. Berita ini jadi headline dimana-mana. Pemicunya karena banyak kalangan yang menolak Timnas Israel ikut dalam perhelatan akbar sepakbola seumuran 20 tahun itu. Mulai dari petinggi organisasi, petinggi agama sampai petinggi partai. Beberapa pejabat juga gak kalah galak, mereka bersikeras pokoknya Israel tidak boleh saling mengoper bola di Indonesia.

“Ini bukan soal agama, ini soal solidaritas kemanusiaan,” kira-kira begitu pandangan satu dua orang anggota dewan di Senayan, kepala daerah dan gubernur di daerah.

Gubernur Bali, I Wayan Koster malah menolaknya secara resmi. Sepucuk surat dinas dia layangkan ke Kemenpora (Kementrian Pemuda dan Olahraga). Padahal lokasi drawing tanggal 31 Maret 2023 ini sejatinya diumumkan di Denpasar Bali, wilayah kekuasaannya Koster.

“Kami mohon agar Bapak Menteri mengambil kebijakan untuk melarang tim dari negara Israel ikut bertanding di Provinsi Bali. Kami, Pemerintah Provinsi Bali menyatakan menolak keikutsertaan tim dari negara Israel untuk bertanding di Provinsi Bali,” isi surat Koster pada pak menteri.

Ujung dari itu, banyak yang menilai bahwa Bali sebagai tempat dan penolakan Koster dilain pihak adalah alasan paling kuat, drawing U-20 dibatalkan FIFA sepihak.

Hal ini tentu mencoreng Indonesia yang dianggap oleh FIFA gagal menjaga komitmen keamanan bagi kontestan. Padahal salah satu syarat menjadi tuan rumah skala akbar tak hanya soal pembenahan fasilitas, menjamin keamanan juga prioritas. Akibatnya, bayang-bayang sanksi juga bakal bikin Indonesia jadi serba rugi. Federasi sepakbola dunia itu punya kuasa menurunkan rangking Indonesia lebih terperosot dari yang sudah melorot. Sama kuasanya untuk mencoret timnas dan klub-klub Indonesia di kancah asia dan juga dunia. Jika kejadian masalahnya bakal runyam. Indonesia jadi terkucilkan, tak ada laga kancah negara yang berarti tak ada atlet yang bakal dilirik negara mana-mana.

Soal kritik kekisruhan ini, saya suka komentar Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka yang kecewa berat batalnya drawing Timnas U-20. Anak Presiden itu bilang bahwa harusnya kita komitmen dengan segala konsekuensinya. Menjadi tuan rumah sepakbola dunia didahului dengan penandatanganan komitmen bersama hingga cairlah anggaran untuk mengurusi segala persoalan.

“Harusnya protesnya dulu-dulu kenapa baru sekarang,” kritiknya.

Akibat pembatalan undian dan bayang-bayang hukuman, Presiden Republik Indonesia jadi ikutan bicara. Jokowi beri sinyal keras sebagaimana perjuangan mendapatkan tuan rumah yang juga tak kalah keras. Jokowi bilang bahwa tuan rumah Piala Dunia U-20 itu adalah kehormatan. Dan, menjamin keikutsertaan Timnas Israel tidak akan mengganggu konsistensi dukungan politik Indonesia atas kemerdekaan Palestina. Itu tak ada hubungannya.

“Jadi jangan mencampuradukkan urusan olahraga dengan politik,” tegas pak Presiden.

Walapun saya juga kadang maklum, di negara yang iklim dekmokrasinya masih terbilang belum bersemi benar ini. Politik kadang bermain sana sini. Sulit membedakan mana olahraga mana olahrasa karena keseringan digauli itu tadi.

“Lha wong agama saja bisa dicampuri politik, apalagi sepakbola,” nyinyirku, membatin tapi. Hehe.

Tapi menurutku, sikap Jokowi jadi amat penting di sini. Sebagai kepala negara jawabannya bisa jadi jalan mengakhiri keributan dalam negeri. Selain itu, Ketua PSSI yang baru, Erik Tohir jadi punya posision bargaining untuk terbang ke markas FIFA di Swiss menemui Gianni Infantino, Presiden FIFA. Jokowi dijadikan garansi untuk kembali melakukan lobby-lobby tingkat tinggi.

Sebagai penikmat sepakbola yang tak tahu main bola, sanksi FIFA sebenarnya bukan hal baru untuk Indonesia. Dulu tahun 2015 era Presiden SBY, FIFA pernah menghukum Indonesia karena pemerintah kebanyakan mengintervensi sepakbola. Kisruh Kemenpora dan PSSI kala itu bikin FIFA kesalnya bukan main, cara membungkamnya yah jatuhi sanksi, berlaku setahun. Dampaknya, setahun perjalanan sepakbola dalam negeri jadi mati suri. Hasilnya, seperti yang dibicarakan diatas tadi, mirip-mirip begitulah pokoknya.

Bicara sepakbola, kekuatan FIFA memang tiada dua. Aturan yang ditetapkannya lebih kuat dari belahan negara manapun di dunia. Tapi yang menjadi pertanyaan mendasarku jadi sederhana.

Benarkah rumah besar Sepakbola dunia ini tak ikut campur soal politik?

Bahwa penolakan atas Timnas Israel bagi si penolak itu soal kemanusiaan, soal solidaritas, soal negara menjajah negara lain. Semirip dengan Invansi yang dilakukan Rusia atas Ukraina setahun belakangan ini. Dan, kalau dibilang semirip, mengapa sikap FIFA sama sekali tak mirip?

Pasalnya, sejak Rusia menginvasi Ukraina 24 Februari 2022 lalu, FIFA melalui kewenangannya juga ikut-ikutan menginvasi sepakbola Rusia. Klub-klub Rusia yang bertanding di liga Eropa terkena imbasnya. Dicoret. FIFA juga memindahkan laga Final liga Champions 2022 lalu, pertandingan antara Real Madrid vs Liverpool yang semula di Stadion Krestovsky, Sankt-Peterburg, Rusia pindah di Stade de France, Perancis. Mungkin itu salah satu sebab uangku sejuta raib kalah taruhan.

Tak sampai di situ saja, kekuasaan FIFA terus paripurna. Menghapus Timnas Rusia sebagai peserta saat pagelaran Piala Dunia 2022 di Qatar beberapa bulan lalu. Waktu itu Rusia menjamu Polandia dalam lanjutan playoff untuk lolos Piala Dunia. Karena dicoret, Polandia langsung lolos otomatis. Naasnya, taruhanku memegang Polandia tak ikutan lolos. Huuuft,,, saya bercanda soal-soal taruhan tadi. Hehe.

Beda Israel beda Rusia meski kasusnya rada-rada sama, jika pertanyaan itu ditujukan padaku, akan saya jawab sekenanya saja, seenak jidat saya bahkan. “Mungkin selera kemanusiaan FIFA beda ama kita, jadi gak usah ikut campurlah,”

Untuk itu, melihat persoalan ini perlu kejelasan sikap dan juga cara pandang yang utuh mengurainya. Benar-benar utuh! Karena tuan rumah piala dunia berarti lahannya meraup rupiah. Jika ini kembali mulus hasilnya juga akan jadi fulus. Nama Baik Indonesia harumnya bisa kemana-mana. Karir sepakbola anak bangsa juga bakal cerah karena mata dunia sedang melihat pesonanya. Pelaku usaha baik mikro dan makro ketiban durian seantero. Ditambah lagi, Indonesia sedang berusaha untuk kembali nyalon tuan rumah Piala Dunia 2030 atau 2034 ke depan.

Karena sejatinya, “Memperjuangkan kemerdekaan Palestina tidak harus mengorbankan mimpi anak bangsa,” kata salah satu pemain Timnas Indonesia U-20, Achmad Maulana dalam story Instagram nya.

 

 

 

Selengkapnya...

Terkait

Back to top button