AJI Balikpapan Ajak Mahasiswa Berpikir Kritis dan Bijak Bersosial Media

Timur Media, Balikpapan- Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Kota Balikpapan menggelar Seminar dengan tema “Menjaga Demokrasi dengan Penyebaran Informasi Bermutu” kegiatan seminar yang dilaksanakan di Ballroom Cheng Ho Universitas Mulia Balikpapan, Selasa (28/5) lalu.

Dunia Jurnalistik hari ini memiliki perubahan signifikan, tentu transformasi dari dari media cetak ke digital sangat berpengaruh dan tidak bisa di pungkiri profesi jurnalis saat ini dapat lakukan setiap insan bangsa ini. Belum lagi persoalan tentang penyampaian informasi tentang berita hoax terus menjamur di masyarakat.

Kompleksitas permasalahan tersebut menjadi dorongan bagi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) melakukan edukasi di kalangan akedemisi dan komunitas di Balikpapan.

Diikuti lebih dari seratus mahasiswa berbagai kampus dan komunitas menyimak berbagai pemaparan yang dilakukan oleh narasumber yaitu Novi Abdi sebagai jurnalis senior sekaligus ahli pers yang telah berkecimpung di dunia jurnalis selama 26 tahun, Hanna Pertiwi selaku pegiat media sosial, dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda sebagai praktisi hukum.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua AJI Kota Balikpapan, Teddy Rumengan menuturkan pihaknya kini tengah menyoroti draf revisi undang-undang (UU) penyiaran. Salah satu pasal di dalamnya memuat larangan praktik jurnalisme investigasi.

“Kami masih perjuangkan sampai hari ini di beberapa kota dan turun ke jalan mendesak DPR membatalkan revisi UU Penyiaran,” kata Teddy dalam sambutannya.

Teddy menegaskan dalam revisi UU Penyiaran terdapat poin-poin yang diatur dalam draft yang mengancam kebebasan berekspresi masyarakat. Misalnya, tentang pengawasan konten.

“Artinya mahasiswa yang selama ini membuat konten dan lainnya akan diatur, itu berbahaya karena turut berdampak sampai pada lapangan pekerjaan, termasuk puluhan ribu pekerja kreatif. Jadi, bukan hanya jurnalis yang dibelenggu kebebasan berekspresinya. Mahasiswa dan masyarakat yang aktif di media sosial terancam,” tambah Teddy.

Ia berharap seminar ini memberi pemahaman kepada mahasiswa dalam menerima dan menyebarkan informasi. Informasi yang beredar di media sosial diharapkan tidak langsung disebarkan begitu saja oleh peserta diskusi.

Teddy menekankan pentingnya kroscek kebenaran. Apalagi dengan kehadiran UU ITE yang berkonsekuensi hukum dia berharap, melalui kegiatan AJI Balikpapan ini, pers mahasiswa bisa berdiri di kampus-kampus Balikpapan.

Direktur Eksekutif Yayasan Airlangga Agung Sakti Pribadi menegaskan pihaknya menyambut positif kegiatan tersebut. Menurutnya, cara ini bisa memantik lahirnya pers mahasiswa.

“Nanti selanjutnya dengan bimbingan para jurnalis bisa mendidik mahasiswa untuk membuat produk jurnalistik dengan kaidah yang benar,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam pemaparan materi, Novi Abdi menganalogikan kegiatan berbagi informasi dengan sifat kenabian. Di antaranya penyampai pesan, bisa dipercaya, jujur, dan cerdas.

Novi mengatakan hanya informasi berkualitas yang bisa dipercaya publik dan bisa memberi manfaat.

“Sehingga informasinya bisa dipercaya, maka orang yang membagikan informasi harus jujur,” katanya.

Soal kejujuran, lanjut Novi, akan menentukan seberapa akurat informasi yang dibagikan. Maka untuk bisa membuat konten dan informasi bermutu, tentu seseorang mesti pintar.

“Kepintaran hanya bisa dicapai dengan banyak berlatih, belajar, dan mawas diri,” sebutnya.

Pemateri lainnya, Hanna Pratiwi, menekankan pentingnya bijak bermedia sosial. Minimal berbagi konten di media sosial secara bertanggung jawab. Ia memberi contoh, publik harus menyaring informasi sebelum sharing atau berbagi di media sosial.

Setidaknya dengan menyaring informasi, seseorang bisa mengecek terlebih dahulu kebenaran konten yang dibagikan di media sosial. Kecakapan ini perlu diiringi dengan kemampuan bercerita agar publik mudah mencerna informasi.

“Semoga pembahasan kita hari ini tidak hanya berhenti di pikiran, tetapi juga kita terapkan bersama,” ujar Hanna.

Terjadi Penyempitan Ruang Gerak

Dalam diskusi tersebut juga mencuat isu penyempitan ruanggerak masyarakat sipil (shrinking civic space). Fathul Huda menjelaskan dari perspektid hukum juga mendapat respon beragam dari peserta diskusi.

Menurutnya Fathul, saat ini media sosial semakin membuka kesempatan masyarakat untuk berbagi informasi.

Namun, ada penyempitan ruang gerak masyarakat sipil. Itu terlihat dari kriminalisasi warga yang bersuara kritis, termasuk di media sosial. Beberapa pasal karet dalam UU juga mengancam kebebasan ruang gerak masyarakat sipil.

Sejumlah pasal UU ITE digunakan untuk melaporkan seseorang yang mengkritik penguasa di media sosial. Padahal, kata Fathul, suara kritis semestinya diuji secara terbuka dan akademik, bukan dipolisikan. Meski kondisinya demikian, dia menekankan agar publik tetap berani berpikir kritis. Hanya itu cara untuk menjaga demokrasi bisa terus berjalan.

“Caranya, bahan yang kita bagikan di media sosial harus dipastikan rasional dan ilmiah,” pungkasnya.

Reporter: Jun

[media-credit id=”8″ align=”none” width=”300″][/media-credit]

Selengkapnya...
Back to top button

You cannot copy content of this page